Senin, 09 April 2012

PROSA


PENOKOHAN


1.    UNSUR PENOKOHAN DALAM FIKSI
Sama halnya dengan unsur plot dan pemplotan, tokoh dan penokohan merupakan unsur yang penting dalam karya naratif. Unsur plot tidak juga dapat diabaikan begitu saja karena kejelasan mengenai tokoh dan penokohan dalam banyak hal tergantung pada pemplotannya.

a.    Pengertian dan Hakikat Penokohan
Dalam pembicaraan sebuah fiksi, sering dipergunakan istilah-istilah seperti tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, atau karakter dan karakterisasi secara bergantian dengan menunjuk pengertian yang hampir sama. Istilah-istilah tersebut, sebenarnya, tidak menyaran pada pengertian yang persis sama, atau paling tidak dalam tulisan ini akan dipergunakan dalam penngertian yang berbeda, walau memang ada diantaranya yang sinonim. Ada istilah yang pengertiannya menyaran pada tokoh cerita, dan pada “teknik” pengembangannya dalam sebuah cerita.
Istilah “tokoh” menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, misalnya sebagai jawab terhadap pertanyaan : “Siapakah tokoh utama novel itu?”, atau “Ada berapa orang jumlah pelaku novel itu?”, atau “Siapakah tokoh protagonis dan antagonis dalam novel itu?”, dan sebagainya. Seperti dikatakan oleh Jones (1968 : 33), penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.
Penggunaan istilah “karakter” (character) sendiri dalam berbagai literatur bahasa inggris menyaran pada dua pengertian yang berbeda, yaitu sebagai tokoh-tokoh cerita yang ditampilkan, dan sebagai sikap, ketertarikan, keinginan, emosi, dan prinsip moral yang dimiliki tokoh-tokoh tersebut (Stanton, 1965 :17). Dengan demikian, istilah “penokohan” lebih luas pengertiannya daripada “tokoh” dan “perwatakan” sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca.

b.    Kewajaran
Fiksi adalah suatu bentuk karya kreatif, maka bagaimana pengarang mewujudkan dan mengembangkan tokoh-tokoh ceritanya pun tidak lepas dari kebebasan kreativitasnya. Singkatnya, pengarang bebas untuk menampil dan memperlakukan tokoh siapa pun dia orangnya walau hal itu berbeda dengan “dunianya” sendiri di dunia nyata. Tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca.

c.    Keseperti hidupan
Masalah kewajaran tokoh cerita sering dikaitkan dengan kenyataan kehidupan manusia sehari-hari. Seorang tokoh cerita dikatakan wajar, relevan, jika mencerminkan dan mempunyai kemiripan dengan kehidupan manusia sesungguhnya (lifelike). Tokoh cerita hendaknya bersifat alami, memiliki sifat lifelikeness, “kesepertihidupan”, paling tidak itulah harapan pembaca. Hal itu disebabkan dengan bekal acuan pada kehidupan realitas itulah pembaca masuk dan berusaha memahami kehidupan tokoh dalam dunia fiksi.

d.    Tokoh Rekaan vs Tokoh Nyata
Tokoh-tokoh cerita yang ditampilkan dalam fiksi, sesuai namanya, adalah tokoh rekaan, tokoh yang tidak pernah ada di dunia nyata. Namun, dalam karya tertentu, kita juga sering menemukan adanya tokoh-tokoh sejarah tertentu---artinya, tokoh manusia nyata, bukan rekaan pengarang---muncul dalam cerita, bahkan mungkin mempengaruhi plot.

e.    Penokohan dan Unsur Cerita yang lain
Fiksi merupakan sebuah keseluruhan yang utuh dan memiliki ciri artistik. Keutuhan dan keartistikan fiksi justru terletak pada keterjalinannya yang erat antar berbagai unsur pembangunnya. Penokohan itu sendiri merupakan bagian. Unsur, yang bersama dengan unsur-unsur yang lain membentuk suatu totalitas. Namun perlu dicatat, penokohan merupakan unsur yang paling penting dalam fiksi. Ia merupakan salah satu fakta cerita di samping kedua fakta cerita yang lain. Dengan demikian, penokohan mempunyai peranan yang besar dalam menentukan keutuhan dan keartistikan sebuah fiksi.

f.     Penokohan dan Pemplotan
Dalam kehidupan sehari-hari manusia, sebenarnya, tak ada plot. Plot merupakan sesuatu yang bersifat artifisial. Ia pada hakikatnya hanya merupakan suatu bentuk pengalaman, yang sendiri sebenarnya tidak memiliki bentuk. Penokohan dan pemplotan merupakan dua fakta cerita yang saling mempengaruhi dan menggantungkan satu dengan yang lain. Plot adalah apa yang dilakukan tokoh dan apa yang menimpanya. Adanya kejadian demi kejadian, ketegangan, konflik, dan sampai ke klimaks---yang notabene kesemuanya merupakan hal-hal yang esensial dalam plot---hanya mungkin terjadi jika ada pelakunya. Menghadapi keadaan semacam ini, Henry James, yang notabene seorang sastrawan itu, (Abrams, 1981:137), mengatakan : What is character but the determination of incident? What is incident but illustration of character?”. Jadi, menurut Henry James, jati diri seseorang tokoh ditentukan oleh peristiwa-peristiwa yang menyertainya, dan sebaliknya, peristiwa-peristiwa itu sendiri merupakan pelukisan tokoh.

g.    Penokohan dan Tema
Tema, seperti dikemukakan sebelumnya, merupakan dasar cerita, gagasan sentral, atau makna cerita. Dengan demikian, dalam sebuah fiksi, tema bersifat mengikat dan menyatukan keseluruhan unsur fiksi tersebut.

h.    Relevansi Tokoh
Berhadapan dengan tokoh-tokoh fiksi, pembaca sering memberikan reaksi emotif tertentu seperti merasa akrab, simpati, empati, benci, antipati, atau berbagai reaksi afektif lainnya. Pembaca tak jarang mengidentifikasikan dirinya dengan tokoh yang diberinya rasa simpati dan empati. Pembaca telah merasa akrab betul dengan tokoh itu, atau bahkan seolah-olah telah menjadi bagian hidupnya.


2.    PEMBEDAAN TOKOH
Tokoh-tokoh cerita dalam sebuah fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan. Berdasarkan perbedaan sudut pandang dan tinjauan, seorang tokoh dapat saja dikategorikan ke dalam beberapa jenis penamaan sekaligus, misalnya sebagai tokoh utama-prontagonis-berkembang-tipikal.

a.    Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan
Dilihat dari “segi peranan” atau “tingkat pentingnya” tokoh dalam sebuah cerita, ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus-menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita, dan sebaliknya, ada tokoh-tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itu pun mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek. Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh utama cerita (central character, main character),  sedang yang kedua adalah tokoh tambahan (peripheral character).
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Pemunculan tokoh-tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit. Tidak dipentingkan. Dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitan dengan tokoh utama.

b.    Tokoh Prontagonis dan Tokoh Antagonis
Jika dilihat dari peran tokoh-tokoh dalam pengembangan plot dapat dibedakan adanya tokoh utama dan tokoh tambahan, dilihat dari fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh prontagonis dan tokoh antagonis. Tokoh prontagonis adalah tokoh yang kita kagumi---yang salah satu jenisnya secara populer disebut hero---tokoh yang merupakan pengewajawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita (Altenbernd & Lewis, 1966:59). Tokoh penyebab terjadinya konflik disebut tokoh antagonis. Tokoh antagonis, barangkali dapat disebut, beroposisi dengan tokoh prontagonis, secara langsung maupun tak langsung, bersifat fisik maupun batin.
Pembedaan antara tokoh utama dan tambahan dengan tokoh prontagonis dan antagonis sering digabungkan, sehingga menjadi tokoh utama---prontagonis, tokoh utama---antagonis, tokoh tambahan---prontagonis, dan seterusnya. Pembedaan secara pasti antara tokoh utama prontagonis dengan tokoh utama antagonis juga sering tidak mudah dilakukan. Pembedaan itu sebenarnya lebih bersifat penggradasian.

c.    Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat
Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dapat dibedakan kedalam tokoh sederhana (simple, atau flat character) dan tokoh kompleks atau tokoh bulat (complex atau round character) pembedaan tersebut berasal dari Forster dalam bukunya Aspects of the Novel yang terbit pertama kali 1927. pembedaan tokoh kedalam sederhana dan kompleks (Forster, 1970:75) tersebut kemudian menjadi sangat terkenal.

Tokoh sederhana, dalam bentuknya yang asli, adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat watak yang tertentu saja. Tokoh sederhana dapat melakukan berbagai tindakan, namun semua tindakannya itu akan dapat dikembalikan pada perwatakan yang dimiliki dan telah diformulakan itu.

Tokoh bulat, kompleks, berbeda halnya dengan tokoh sederhana, adalah tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya. Ia dapat saja memilki watak tertentu yang dapat diformulasikan, namun ia pun dapat pula menampilkan watak dan tingkah laku bermacam-macam, bahkan mungkin seperti bertentangan dan sulit diduga.

d.    Tingkat Kompleksitas
Pembedaan tokoh cerita kedalam sederhana dan kompleks sebenarnya lebih bersifat teoretis, sebab pada kenyataannya tidak ada ciri perbedaan yang pilah di antara keduanya. Perlu pula ditegaskan bahwa pengertian tokoh sederhana dan kompleks tersebut tidak bersifat pengontrasan. Artinya, tokoh sederhana bukan sebagai kebalikan atau dalam pertentangannya dengan tokoh kompleks. Perbedaan antara sederhana dan kompleks itu lebih bersifat penggradasian. Berdasarkan kompleksitas watak yang dimiliki para tokoh. Misalnya, sederhana, agak kompleks, lebih kompleks, kompleks, sangat kompleks. Jadi, ia lebih merupakan deskripsi tingkat intensitas kekompleksan perwatakan seorang tokoh itu.

e.    Fungsi
Tokoh sederhana, seperti dikemukakan di atas, tampak kurang sesuai dengan realitas kehidupan sebab tidak ada seorang pun yang hanya memiliki satu sifat tertentu. Tokoh bulat, dalam sebuah novel biasanya lebih menarik daripada tokoh sederhana. Tokoh sederhana tetap diperlukan kehadirannya dalam sebuah novel. Tampaknya hampir tidak mungkin sebuah karya hanya melulu menampilkan tokoh kompleks tanpa sama sekali terdapat tokoh sederhana.
Perlu dicatat juga bahwa tokoh sederhana akan mudah dikenal dimanapun dia hadir dan mudah diingat oleh pembaca, dan hal ini menurut Forster (1970:76-7) merupakan keuntungan penampilan tokoh tersebut.

f.     Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang
Berdasarkan kriteria “berkembang atau tidaknya perwatakan” tokoh-tokoh cerita dalam sebuah novel, tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh statis, tak berkembang (static character) dan tokoh berkembang (developing character). Tokoh statis adalah tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi (Altenbernd & Lewis, 1966: 58). Tokoh berkembang, di pihak lain, adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan (dan perubahan) peristiwa dan plot yang dikisahkan. Ia secara aktif berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan sosial, alam, maupun yang lain, yang kesemuanya itu akan  mempengaruhi sikap, watak, dan tingkah lakunya. Adanya perubahan-perubahan yang terjadi di luar dirinya. Dan adanya hubungan antar manusia yang memang bersifat saling mempengaruhi itu, dapat menyentuh kejiwaannya dan dapat menyebabkan terjadinya perubahan dan perkembangan sikap dan wataknya.

g.    Tokoh Tipikal dan Tokoh Netral
Berdasarkan kemungkinan pencerminan tokoh cerita terhadap (sekelompok) manusia dari kehidupan nyata, tokoh cerita dapat dibedakan ke dalam tokoh tipikal (typical character) dan tokoh netral (neutral character). Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya, dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan atau kebangsaannya (Altenbernd & Lewis, 1966:60), atau sesuatu yang lain yang lebih bersifat mewakili.
Tokoh netral, di pihak lain, adalah tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri. Ia benar-benar merupakan tokoh imajiner yang hanya hidup dan bereksistensi dalam dunia fiksi. Ia hadir (atau dihadirkan) semata-mata demi cerita, atau bahkan dialah sebenarnya yang empunya cerita, pelaku cerita, dan yang diceritakan. Kehadirannya tidak berpretensi untuk mewakili atau mengambarkan sesuatu di luar dirinya, seorang yang berasal dari dunia nyata, atau paling tidak, pembaca mengalami kesulitan untuk menafsirkannya sebagai bersifat mewakili berhubung kurang ada unsur bukti pencerminan dari kenyataan di dunia nyata.

3.    TEKNIK PENULISAN TOKOH
Secara garis besar teknik penulisan tokoh dalam suatu karya atau lengkapnya; pelukisan sifat, sikap, watak, tingkah laku, dan berbagai hal lain yang berhubungan dengan jati diri tokoh---dapat dibedakan kedalam dua cara atau teknik, yaitu teknik uraian (telling) dan teknik ragaan (showing) (Abrams, 1981:21), atau teknik penjelasan, ekspositori (expository) dan teknik diskursif (discursive), dramatik, dan kontekstual (Kenny, 1966:34-6). Teknik yang pertama---juga pada yang kedua, walau terdapat perbedaan istilah, namun secara esensial tidak berbeda---menyaran pada pelukisan secara langsung, sedangkan teknik yang kedua pada pelukisan secara tidak langsung.

a.    Teknik Ekspositori
Seperti dikemukakan diatas, dalam teknik ekspositori, yang sering juga disebut teknik analitis, pelukisan tokoh cerita ditambahkan dengan memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan  secara langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang ke hadapan pembaca secara tidak berbelit-belit. Melainkan begitu saja dan langsung disertai deskripsi kediriannya, yang mungkin berupa sikap, watak, tingkah laku, atau bahkan juga ciri fisiknya.

b.    Teknik Dramatik
Penampilan tokoh cerita dalam teknik dramatik, artinya mirip dengan yang ditampilkan pada drama, dilakukan secara tak langsung. Artinya, pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan (baca: menyiasati) para tokoh cerita untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan, baik secara verbal lewat kata maupun nonverbal lewat tindakan atau tingkah laku, dan juga melalui peristiwa yang terjadi.

c.    Teknik Cakapan
Percakapan yang di lakukan (baca: diterapkan pada) tokoh-tokoh cerita biasanya juga dimaksudkan untuk menggambar sifat-sifat tokoh yang bersangkutan. Bentuk percakapan dalam sebuah karya fiksi, khususnya novel, umumnya cukup banyak, baik percakapan yang pendek maupun yang (agak) panjang. Tidak semua percakapan, memang mencerminkan kedirian tokoh, atau paling tidak, tidak mudah untuk menafsirkannya sebagai demikian. Namun, seperti dikemukakan di atas, percakapan yang baik, yang efektif, yang lebih fungsional, yang menunjukkan perkembangan plot dan sekaligus mencerminkan sifat kedirian tokoh pelakunya.



PROSA



MORAL
1. UNSUR MORAL DALAM  FIKSI
a. Pengertian dan Hakikat Moral

Secara umum moral menyarankan pada pengertian tentang baik dan buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya. Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah yang ingin disampaikannya kepada pembaca. Sebuah karya fiksi ditulis oleh pengarang untuk antara lain menawarkan model kehidupan yang diidealkannya. Karya sastra fiksi senantiasa menawarkan pesan moral yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan hak dan martabat manusia.
b. Jenis dan wujud Pesan Moral

Jenis ajaran moral itu sendiri dapat mencakup masalah, yang boleh dikatakan, bersifat tak terbatas. Ia dapat mencakup seluruh persoalan hidup dan kehidupan, seluruh persoalan yang mencakup harkat martabat manusia. Persoalan manusia dengan dirinya sendiri dapat bermacam-macam jenis dan tingkat intensitasnya. Hal ini tentu saja tidak lepas dari kaitanya dengan persoalan hubungan antarsesama dan dengan Tuhan.
2. PESAN RELIGIUS DAN KRITIK SOSIAL

Pesan moral yang berwujud moral religius, termasuk di dalamnya yang bersifat keagamaan, dan kritik sosial banyak ditemukan dalam karya fiksi atau dalam genre sastra yang lain.
a.       Pesan Religius dan Keagamaan

Unsur religius dan keagamaan dalam sastra adalah suatu keberadaan sastra itu sendiri. Bahkan sastra tumbuh dari sesuatu yang bersifat religius. Istilah religius membawa konotasi pada makna agama. Religius dan agama memang erat berkaitan, berdampingan, bahkan dapat melebur dalam satu kesatuan, namun sebenarnya keduanya menyaran pada makna yang berbeda. Dengan demikian religius bersifat mengatasi, lebih dalam, dan lebih luas dari agama yang tampak, formal, dan resmi. Moral religius menjunjungtinggi sifat-sifat manusiawi hati nurani yang dalam, harkat martabat serta kebebasan pribadi yang dimiliki oleh manusia.
Religious pada rasa ketuhanannya
b.      Pesan Kritik Sosial

Sastra yang mengandung pesan kritik dapat juga disebut sebagai sastra kritik yang biasanya akan lahir di tengah masyarakat jika terjadi hal-hal yang kurang beres dalam kehidupan sosial dan masyarakat.
3. BENTUK PENYAMPAIAN PESAN MORAL

Secara umum dapat dikatakan bahwa bentuk penyampaian moral dalam karya fiksi mungkin bersifat langsung, atau sebaliknya tak langsung. Namun sebenarnya pemilihan itu hanya demi praktisinya saja sebab mungkin saja ada pesan yang bersifat agak langsung.
a.       Bentuk Penyampaian Langsung

Bentuk penyampaian moral yang bersifat langsung, boleh dikatakan identik dengan cara pelukisan watak tokoh yang bersifat uraian, telling, atau penjelasan, expository.
Karya sastra adalah karya yang memiliki fungsi untuk menghibur, member kenikmatan emosional dan intelektual. Pesan moral yang bersifat langsung biasanya terasa dipaksakan dan kurang koherensif dengan unsure-unsur yang lain.
b.      Bentuk Penyampaian Tidak Langsung

Pesan dalam penyampaian tidak langsung hanya tersirat dalam cerita, berpadu secara koherensif dengan unsure-unsur cerita yang lain. Jika dibandingkan dengan teknik pelukisan watak tokoh, cara ini sejalan dengan teknik ragaan, showing. Yang ditampilkan dalam cerita adalah peristiwa-peristiwa, konflik, sikap dan tingkah laku para tokoh dalam menghadapi peristiwa dan konflik itu, baik yang terlihat dalam tingkah laku verbal, fisik, maupun yang hanya terjadi dalam pikiran dan perasaannya. Sebaliknya dilihat dari pembaca, jika ingin memahami dan atau menafsirkan pesan itu, harus melakukannya berdasarkan cerita, sikap dan tingkah laku para tokoh tersebut.








Sebagai seorang anak jangan pernah melupakan jasa orang tua terutama jasa seorang ibu yang telah mengandung dan membesarkan anaknya.apalagi jika sampai menjadi anak yang durhaka.durhaka  orang tus merupakan salah satu dosa besar yang nantinya akan ditangung sendiri oleh anak.

LTS


Learning and Teaching Strategies

A.     Writing about family
In writing skills ability the student have more way to improve their writing ability to write like write about their experience like a telling their family. The students introduce their family in writing skill. After that step by step the students can know the structure of English language.

B.     Identifying and evaluating strategies to unlock the meaning of new words
This strategy use if  students can’t know about meaning of some words of the pharaghraph,t with use this strategies is identify with underline the word you don’t know and fine the meaning with suggest the word with meaning full of sentence.

C.     Applying rules when reading
This strategy use to control the students in reading skill ability, such as give a role to study of the students, example: the teacher give sentence to the students after that the students find out the sentence on their read.

D.    Picture in teaching reading for business purpose: Integrated skills approach
Using picture media to give information about what will be present on the classroom like a process product-selling-and consumer.

E.     Story telling in the EFL speaking classroom
In activity story telling in the classroom the teacher should be motivator to the students to give their idea about what their listen on story telling. If the students are not confident give them enough time to prepare to build their confident. And then ask each student to prepare a story in advance. This strategies can improve the ability of speaking student and student can give the idea on the story.

F.      Five steps to using your textbook to build a more dynamic EFL conversation class
1.      Step 1. One Quick Question
Ask one quick question based on the previous lesson as a review.
2.      Assigning new partners every lesson
After having completed the roll,call and answering the student to review question class is officially started by putting students randomly in pairs.
3.      Dialogue practice
After the student hear the conversation they will discuss about what their listen.
4.      Creating a variation of the dialogue
The students can change their conversation by substituting words in the dialogue
5.      Communicative pair work
The students able to control their conversation in the classroom with pair on their group.
G.    Teaching writing skills

This strategies to teach writing skill ability to the students,the teacher give more time to the students and  the students will remind their memorize and will write their experience.

H.    Learning Vocabulary
The teacher teach vocabulary may use some strategies like using media, the kinds of technique remind vocabulary. This way can improve student’s vocabulary and speaking ability in the classroom.

I.       Reading to take notes and summarize: a communicative classroom procedure.
In this strategy The teacher make some group for student and the students will pair the topic and make notes and summarize.after that,the students introduce their mind on the classroom.

J.      Learning language strategies through repeated readings of storybooks
The teacher Using storybooks to give information to the students about the topic.

K.    Jigsaw reading activity Using topic listings
Jigsaw is the kind of some strategy to  improve speaking, writing, listening, reading of the students. This strategy make a small group in the classroom, this strategy  the teacher easy to give the topic and the students can pair share their topic to discuss it and show their ability to give their assumption on the classroom about the topic.

L.     Substituting for unknown descriptive word
Substituting an unknown word is the students can change the word with explanation the meaning of the word like the unknown word is the rabbit, the students can explain about the rabbit like a it is an animal pet, it’s have long ears, and have white skin. This way can make information about what the unknown word.

M.  Summarizing a story
In this technique The teacher give task to the students, and the students make a summarize a story and the students able recognizing about story and give  information about the story. This technique use by the teacher  to improve of mind  the students to know the information from the story.

N.    Reading a Russian fairy tale
This technique Began on discussion about reading the different genre, such as satire, horror, etc. as the students, they are able to different the genre of about what their read.

O.    Using storytelling to teach imagery
In this addition story telling is a way to give information about something want to introducing imagery something with listen the story and the students able to imagine their mind about something.
P.      Finding the meaning from the text
The teacher give a text to the students after that the students guest the meaning about what their read it’s way able to improve students brain to finding meaning of the text.

Q.    Presenting oral reports on science projects
The students able to introducing their observe about science like a nuclear energy. In the classroom the students may bring a media like a picture to give more information about their presenting. The students give explanation about what’s happen about nuclear what the contribution and the negative side of the nuclear.

R.    Applying positive self-talk to speaking tasks
This technique use to improve student speaking ability in the classroom.when they introduce the positive side from the someone. Like give information to other know about someone.
S.      Person you’ll never forget
This is strategies to improve student’s speaking ability in the classroom with introducing their unforgettable experience to the other students. The students will increase their vocabulary’s remind. Like a name, the qualities of  someone and why it’s made be unforgettable moments.

T.     Writing folk tales
On this addition the students able make a plot of the story such as beginning, middle and the ending of the stories. In writing the students able to introduce about what their want tell on their story. In the middle of the story the students make a complicate story and the last the students recognizing about story and give suggesting in the story

U.     Predicting with storytelling
Predicting of the storytelling is when the students hear a story after that their able to know the character of the story. It’s just give information to the students what’s happen on the story with predicting technique.